Negara-negara yang dilanda konflik di Timur Tengah adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, tetapi hampir seluruhnya tidak dimasukkan dalam pembiayaan yang berarti untuk mengurangi dampaknya. Demikian peringatan yang disampaikan oleh kelompok bantuan pada Kamis (18/5).
Dalam laporan bersama yang berfokus pada Irak, Suriah, dan Yaman, Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan Palang Merah Norwegia meminta bantuan yang lebih besar, dengan mengatakan efek gabungan dari perubahan iklim dan konflik bersenjata menciptakan kesengsaraan kemanusiaan yang mengkhawatirkan.
Bank data terbaru Dana Iklim, yang mengumpulkan informasi dari 27 badan PBB, Bank Dunia, dan dana multilateral lainnya, hanya mencantumkan 19 proyek di Irak, Suriah, dan Yaman yang telah disetujui untuk pendanaan pada Januari 2022, kata laporan itu.
Laporan itu mencatat jumlah total yang dicairkan hingga saat ini hanya $20,6 juta – kurang dari 0,5 persen dari uang yang dihabiskan untuk proyek iklim di seluruh dunia.
“Distribusi pembiayaan iklim saat ini hampir seluruhnya tidak memasukkan tempat-tempat yang paling rapuh dan tidak stabil,” kata laporan setebal 56 halaman itu.
“Jelas dari sudut pandang kemanusiaan bahwa ini harus diubah,” kata Anne Bergh, Sekretaris Jenderal Palang Merah Norwegia.
Setelah bergulat dengan perang saudara selama delapan tahun, Inisiatif Adaptasi Global Universitas Notre Dame menempatkan Yaman sebagai salah satu negara paling rentan iklim di kawasan itu, posisi ketiga setelah Sudan dan Afghanistan.
PBB menempatkan Irak, yang masih dalam masa pemulihan dari konflik puluhan tahun, sebagai salah satu dari lima negara yang paling terimbas beberapa dampak perubahan iklim termasuk kekeringan.
Suriah juga menghadapi risiko tinggi setelah lebih dari satu dekade perang yang menghancurkan infrastruktur negara itu. [lt/uh]
Forum