Pengadilan tertinggi Korea Selatan memerintahkan dua perusahaan Jepang untuk memberikan kompensasi finansial lebih besar kepada para pekerja Korea pada masa perang yang menjalani kerja paksa. Keputusan tersebut sejalan dengan keputusan pengadilan 2018 yang kontroversial terhadap perusahaan-perusahaan itu yang menyebabkan kemunduran besar dalam hubungan antara kedua negara bertetangga di Asia itu.
Namun para pengamat mengatakan bahwa keputusan pada Kamis (21/12) ini kemungkinan tidak akan terlalu merugikan hubungan bilateral karena Seoul dan Tokyo - yang kini diperintah oleh pemimpin-pemimpin yang berbeda - berusaha keras untuk meningkatkan kemitraan mereka dalam menghadapi tantangan bersama seperti ancaman nuklir Korea Utara yang terus berkembang dan meningkatnya keagresifan China.
Mahkamah Agung memutuskan bahwa Mitsubishi Heavy Industries harus memberikan kompensasi antara 100 juta dan 150 juta won ($76.700 dan $115.000) kepada masing-masing empat penggugat – semuanya adalah keluarga mantan karyawan yang ditinggalkan yang dipaksa bekerja untuk perusahaan tersebut selama masa pemerintahan kolonial Jepang di Semenanjung Korea pada tahun 1910-1945.
Mahkamah Agung juga menyatakan Nippon Steel Corp. harus memberikan 100 juta won (sekitar $76.700) kepada masing-masing tujuh penggugat asal Korea, yang juga merupakan kerabat yang ditinggalkan, untuk kerja paksa serupa di era kolonial.
“Saya merasa sangat sedih ketika mendengar nama (ayah saya) disebutkan sebagai almarhum pada persidangan hari ini, namun saya tetap sangat senang kami menang — meski agak terlambat,” kata Joo Soon-ja, putri dari mendiang Joo Seok-bong, seorang pekerja paksa, sambil memegang foto berbingkai besar milik ayahnya.
Dalam dua putusan terpisah pada 2018, pengadilan tinggi Korea Selatan memerintahkan Mitsubishi dan Nippon Steel untuk memberikan kompensasi kepada total 15 karyawan Korea lainnya atas kerja paksa. Hal ini membuat Jepang kesal karena bersikeras bahwa semua masalah kompensasi telah diselesaikan melalui perjanjian bilateral 1965 yang menormalisasi hubungan diplomatik mereka.
Namun keputusan pengadilan Korea Selatan 2018 mengatakan bahwa perjanjian tersebut tidak dapat mencegah individu untuk mencari kompensasi atas kerja paksa, karena penggunaan pekerja tersebut oleh perusahaan Jepang adalah “tindakan ilegal terhadap kemanusiaan” yang terkait dengan pendudukan kolonial ilegal Tokyo dan agresi perangnya.
Sebelas dari 15 mantan pekerja paksa atau keluarga mereka yang terlibat dalam putusan 2018 telah menerima kompensasi berdasarkan rencana penggantian biaya pihak ketiga Seoul, namun empat orang lainnya masih menolak menerimanya, menurut Lee Kook Un, pemimpin kelompok pendukung mereka. Ia mengatakan bahwa sekitar 70 tuntutan hukum lainnya yang meminta ganti rugi dan menarget lebih dari 10 perusahaan Jepang masih berlangsung.
Lim Soosuk, juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, mengatakan kepada wartawan pada Kamis bahwa pemerintah akan mencoba memberikan kompensasi kepada para penggugat Korea terkait dengan keputusan tersebut melalui sistem penggantian biaya pihak ketiga juga. Ia mengatakan pemerintah Korea Selatan juga akan melanjutkan komunikasi yang diperlukan dengan Jepang. [ab/uh]
Forum